Peran Keluarga Dalam
Masa Social Distancing
(Pandemi Covid 19)
(Dr. Astri Riani Dewi,
S.Pd.,MSi)
Sejak
akhir desember lalu dunia digemparkan dengan penemuan virus baru yang mewabah
pertama di Negara China tepatnya di wilayag Wuhan yang memakan korban begitu
banyak. Baik korban meninggal maupun korban yang berhasil sembuh. Virus itu
disebut Covid 19. Dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan beberapa Negara di
dunia menyatakan negaranya termasuk salahsatu pandemi Covid-19, termasuk
Indonesia pada awal Maret ditemukan pasien positif Covid 19, dan pertengahan
Maret hampir semua provinsi terpapar Covid 19, dengan ditetapkanya beberapa
wilayag dengan status Kejadian Luar Biasa (KLB).
Kejadian
ini membawa pemerintah pusat membuat berbagai kebijakan, yang di ikuti dengan
instasi-instasi yang berwenang serta pemerintah daerah diberi kewenangan
mengeluarkan kebijakan sesuai kebutuhan yang mengakomodir kepentingan di
daerahnya selama tidak bertentangan dengan perundang-undangan diatasnya. Begitu
juga dengan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
mengeluarkan kebijakan surat edaran (SE) No.4 tahun 2020 yang di
tandatangani tanggal 24 Maret 2020.
Aturan ini berisi tentang bagaimana memprioritaskan kesehatan para siswa, guru,
dan seluruh warga sekolah. untuk merumahkan para pelajar/siswa siswi dari mulai
tingkat pendidikan kelas Bermain (PAUD),TK,SD,SLTP dan jenjang SLTA untuk
belajar dengan system jarak jauh/ daring dan online, sebagai bentuk upaya
pencegahan penyebaran COVID 19 ini. Bahkan yang semula Unjian Nasional akan
ditiadakan untuk semua jenjang pendidikan dimulai tahun ajaran 2021, dengan
kejadian ini di majukan mulai tahun ini.
Hal ini bukan perkara
mudah, karena merupakan hal baru bahkan cenderung awam bagi beberapa kalangan,
karena peran orang tua sangat utama dan dominan dalam membimbing anak-anak
untuk belajar dirumah. Padahal dimungkinkan sebelumnya orangtua hanya
mengingatkan anak-anak untuk belajar, tidak terjun langsung berperan sebagai
guru dirumah. Permasalahan lain yang banyak dikeluhkan oleh para orangtua
banyaknya tugas sekolah yang diberikan oleh guru. Padahal Menteri Pendidikan
sendiri harapanya anak-anak belajar dirumah dengan bimbingan guru melalui jarak
jauh dan online dengan mengedepankan, belajar dari rumah melalui pembelajaran daring/jarak jauh
dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa,
tanpa terbebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan
kelas maupun kelulusan.Belajar dari rumah dapat difokuskan pada pendidikan kecakapan
hidup antara lain mengenai pandemi Covid-19.Aktivitas dan tugas pembelajaran
belajar dari rumah dapat bervariasi antarsiswa, sesuai minat dan kondisi
masing-masing, termasuk mempertimbangkan kesenjangan akses/ fasilitas belajar
di rumah.Bukti atau produk aktivitas belajar dari rumah diberi umpan baik yang
bersifat kualitatif dan berguna dari guru, tanpa diharuskan memberi skor/nilai
kuantitatif.
Dengan arahan ini diharapkan guru dan orang tua bersinergi
untuk mengoptimalkan pembelajaran jarak jauh yang dapat mengasilkan anak-anak
memiliki karakter dan pengetahuan terapan yang mampu merubah pola pikir dan
pola sikap mereka. Dengan kejadian ini diharapkan dapat mengoptimalkan peran
keluarga sebagai madrosatul ula bagi anak-anaknya. Membangkitkan kesadaran
orangtua bahwa merekalah tempat belajar yang pertama dan utama, seperti yang
diajarkan dalam islam.
Allah SWT Berfirman, ''Hai orang-orang
yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang
keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan mengerjakan apa yang diperintahkan.'' (QS At-Tahrim: 6) .
dan “Rasulullah saw” bersabda, “Semua
manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang akan
menjadikan anak itu menjadi Yahudi, atau Nasrani, atau majusi. (HR.
Bukhari). Imam Ghozali berkata, ''Anak adalah amanat dan hatinya yang suci
merupakan mutiara, jika dididik dan dibiasakan melakukan hal-hal yang baik, ia
pasti tumbuh berkembang menjadi anak-anak yang saleh.”
Begitu jelas disampaikan dalam dalil Al-Quran maupun hadis
bahwa orangtualah yang berperan dalam pendidikan anak. Sehingga dalam kondisi
seperti ini orang tua diharapkan siap menjalankan kewajibanya. Keluarga
diharapkan dapat menjadi laboratorium bagi sebuah peradaban masa depan bangsa
yang dicitakan setidaknya bisa menjalankan pendidikan yang integratif dengan
proses yaitu pendidikan iman, pendidikan moral, pendidikan fisik, pendidikan
intelektual, pendidikan emosi (psikis), pendidikan sosial, pendidikan seksual,
dan pendidikan politik.
a) Pendidikan Iman
Pendidikan iman merupakan pondasi yang kokoh bagi seluruh
bagian-bagian pendidikan. Pendidikan iman ini yang akan membentuk kecerdasan spiritual.
Komitmen iman yang tertanam pada diri setiap anggota keluarga akan
memungkinkannya mengembangkan potensi fitrah dan beragam bakat. Yang dimaksud
dengan keimanan adalah keyakinan akan keberadaan Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Melihat perbuatan manusia, Tuhan Yang Maha Membalas perbuatan manusia, Tuhan
Yang Maha Adil dalam memberikan hukuman dan pembalasan, Tuhan Yang Maha
Mengetahui segala apa yang tampak dan tersembunyi. Inilah hakikat iman yang
paling fundamental. Setiap orang merasa dirinya berada dalam pengawasan dan
pemeliharaan Allah SWT.
Perasaan bertuhan menjadi sebuah landasan imunitas bagi
semua manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Seorang ayah akan bekerja
dengan benar untuk menghidupi keluarganya karena merasa diawasi oleh Tuhan Yang
Maha Melihat. Seorang pejabat akan menunaikan amanah dengan benar, tidak
menyalahgunakan wewenang walaupun ada banyak kesempatan ditemui, karena merasa
diawasi oleh Tuhan.
Nilai-nilai keimanan harus dijadikan perhatian utama dalam
membentuk imunitas keluarga dalam menghadapi arus globalisasi. Penanaman
nilai-nilai keimanan dalam keluarga merupakan pengamalan Pancasila khususnya
sila pertama. Apabila iman sudah tertanam dengan kuat, akan melahirkan pula
kepatuhan manusia terhadap hukum dan aturan yang datang dari Tuhan. Semua hukum
dan aturan yang diberikan oleh Tuhan untuk manusia adalah untuk kebaikan
kehidupan manusia dan menghindarkan manusia dari kerusakan. Keluarga dibiasakan
dan dilatih untuk mentaati hukum dan aturan dari Tuhan, agar kehidupan yang
terbangun dapat berada dalam jalan yang benar.
Lebih jauh lagi, keimanan juga membentuk pemikiran dan cara
pandang yang khas, yaitu manusia dalam memandang segala sesuatu dengan
perspektif ketuhanan. Sebagai manusia beragama, semestinya dituntut memandang
segala sesuatu dengan cara pandang yang bertuhan.
b) Pendidikan Moral
Pendidikan moral akan menjadi bingkai kehidupan manusia,
setelah memiliki landasan kokoh berupa iman. Pada saat masyarakat mengalami
proses degradasi moral, maka penguatan moralitas melalui pendidikan keluarga
menjadi semakin signifikan kemanfaatannya. Pada hakekatnya moral adalah
ukuran-ukuran nilai yang telah diterima oleh suatu komunitas. Moral berupa
ajaran-ajaran atau wejangan, patokan-patokan atau kumpulan peraturan baik lesan
maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar
menjadi manusia yang baik. Setiap agama memiliki doktrin moral, setiap budaya
masyarakat juga memiliki standar nilai moral, yang apabila itu diaplikasikan
akan menyebabkan munculnya kecerdasan moral pada indiviudu, keluarga maupun
masyarakat dan bangsa.
c) Pendidikan Emosi
Pendidikan emosi (psikis) membentuk berbagai karakter
positif kejiwaan, seperti keberanian, kejujuran, kemandirian, kelembutan, sikap
optimistik, dan seterusnya. Karakter ini akan menjadi daya dorong manusia
melakukan hal-hal terbaik bagi urusan dunia dan akhiratnya. Pendidikan
emosional ini bermula dari keluarga,
bahkan dimulai pada saat seseorang memilih pasangannya,menjalin keluarga yang
sakinah mawadah warahman,melahirkan keturunan yang dididik dan dibesarkan
dengan penuh kasih sayang orangtuanya, sehingga mampu menjalani kehidupanya
dimasa yang akan datang dengan kematangan emosional yang berkarakter positif.
d) Pendidikan Fisik
Pendidikan fisik atau pendidikan jasmani tak kalah penting
untuk mendapat perhatian. Keluarga harus menampakkan berbagai kekuatan,
termasuk kekuatan fisik: agar tubuh menjadi sehat, bugar dan kuat. Pendidikan
jasmani pada hakikatnya adalah proses
pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan
holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta
emosional. Di antara metoda pendidikan fisik dalam keluarga adalah
pembiasaan pola hidup sehat, baik dari segi pola makan, pola istirahat, pola
kegiatan, maupun dengan kegiatan olah raga yang teratur. Keluarga adalah
lembaga pertama dalam mengembangkan pendidikan fisik ini bagi seluruh anggota
keluarga.
e) Pendidikan Intelektual
Menciptakan kematangan intelektual adalah tugas keluarga
dengan lingkungan yang kondusif, selain sekolah yang tentu sangat berperan
dalam proses pematangan intelektual. Jika belajar dari negara Jerman, calon
mahasiswa perguruan tinggi di Jerman dituntut telah mencapai hochschulreife,
artinya kematangan, baik intelektual maupun emosional, agar dapat menempuh
studi akademis. Pendidikan dalam keluarga berorientasi pada kematangan
intelektual, agar anggota keluarga memiliki kesiapan untuk menghadapi berbagai
kondisi dalam kehidupan dengan nalar yang sehat dan matang.
Secara konseptual, kematangan intelektual dapat dibentuk
terutama lewat matematika dan bahasa. Matematika dapat memberikan cara bernalar
logis dan kritis, sedangkan bahasa sebagai sarana bertutur dan menulis. Selain
itu, diperlukan pula penggunaan metode pembelajaran yang tepat sehingga
pembelajaran dapat terintegrasi dengan baik.
f) Pendidikan Sosial
Pendidikan sosial bermaksud menumbuhkan kepribadian sosial
anggota keluarga, agar mereka memiliki kemampuan bersosialisasi dan menebarkan
kontribusi positif bagi upaya perbaikan masyarakat. Pendidikan sosial
memunculkan solidaritas sosial yang pada gilirannya akan mengoptimalkan peran
sosial seluruh anggota keluarga.
Banyak kenyataan dalam kehidupan keseharian, anak yang
disibukkan dengan dunianya sendiri, asyik dengan kecanggihan teknologi, baik
itu playstation, handphone, komputer, atau benda teknologi lainnya. Anak
mengurung diri di rumah atau kamar, tidak banyak keluar rumah, sehingga orang
tua merasa tidak khawatir anaknya akan terkena pengaruh buruk dari pergaulan di
luar rumah. Padahal keasyikan semacam itu membuatnya kehilangan kecerdasan
sosial yang sangat diperlukan dalam kehidupan.
g) Pendidikan Seksual
Pendidikan seksual juga diperlukan dalam keluarga. Kesadaran
diri sebagai laki-laki atau perempuan penting untuk mendapatkan perhatian sejak
dini agar mereka kelak memahami peranan sesuai kodratnya. Diharapkan dengan
pendidikan seksual ini setiap anak mengetahui siapa dirinya apa peranya di
dalam keluarga,masyarakat dan Negara. Ketika seseorang memahami peranannya
sesuai kodrat yang diberikan oleh Allah SWT, maka kehidupannya di masa yang
akan datang akan menjadi seimbang.
h) Pendidikan Politik
Suasana keluarga juga memegang peranan penting dalam
pendidikan politik. Cinta, kasih sayang dan kemesraan hubungan yang diperoleh
anak-anak dalam keluarga merupakan sesuatu yang dapat mencetak jiwa dan
perilaku sosial serta politik mereka. Politik identik dengan pengaturan segala
urusan rakyat. Yang berkaitan dengan pemerintahan, kekuasaan,aturan dan
ketaatan. Dengan dibangun kesadaran politik terhadap sianak diharapkan
kedepanya mereka memiliki semangat untuk terus belajar dan mengembangkan
dirinya demi kemajuan bangsa dan Negara.
Pandemi COVID 19
semoga segera berlalu dan kita semua bisa mengambil hikmah dari musibah
ini. Terutama bisa dijadikan ajang pembiasaan kembalinya peran keluarga dalam
pendidikan anak. Tidak hanya mengutamakan pendidikan formal akan tetapi bisa
mewujudkan generasi generasi tangguh yang akan melanjutkan peradaban dimasa
yang akan datang atas dasar dukungan dan peranan keluarga.
Kebersamaan keluarga, sebagai akibat dari
mewabahnya Covid-19 ini, merupakan kesempatan untuk mempererat jalinan keluarga
sakinah, karena semuanya bisa kita laksanakan bersama, dari ibadah sampai
pemenuhi kebutuhan hidup. Saat inilah momen yang sangat berharga, karena
merupakan kesempatan untuk membina kasih sayang dengan bercengkerama dan
kebersamaan seluruh anggota keluarga dalam melakukan semua aspek kehidupan,
baik spiritual, pendidikan, pekerjaan, cinta kasih sesama. Semoga kita berhasil
memperbaiki diri kita, melalui kebersamaan keluarga, dan berhasil melewati masa
ujian inisehingga kita dapat mewujudkan keluarga sakinah, yang penuh cinta dan
kasih sayang, mawaddah wa rahmah, setelah kita memasuki masa normal nanti.
Wallahu a’ lamabish-shawab.